Bag. 2 : Kata Katak - SIMTASA

Osis Yapim Taruna Stabat

Breaking

Home Top Ad

ADS

Kamis, 29 Maret 2018

Bag. 2 : Kata Katak


Oleh : Agus Andreas Tampubolon

Gambar : Internet

Pagi ini, kedatangan Jono dan John beserta frokkk...frokkk menjadi biang kegaduhan di kelas. Frokkk...frokkk yang ingin hidup di alam bebas berhasil meloloskan diri dari penjara toples. Ia lompat kesana-kemari sehingga memantik histeria siswa putri. Jono dan John yang khawatir frokkk...frokkk kabur dan mereka tidak dapat membuktikan rasa ingin tahunya pun menangkapnya kembali. Frokkk...frokkk masuk penjara toples untuk kedua kalinya.

Buk Ani, guru Jono dan John, yang mendengar keributan itu memacu langkahnya untuk segera tiba di kelas. Sesampainya di kelas, buk Ani mempertanyakan penyebab histeria tersebut. Sontak siswa putri pun berteriak dan menjawab bahwa histeria itu disebabkan oleh keberadaan frokkk...frokkk. Buk Ani bingung dan bertanya apa itu frokkk...frokkk. Para siswa menatap dan menunjuk ke arah tempat duduk Jono dan John. Buk Ani menatap tajam Jono dan John penuh amarah. Jono yang ketakutan segera menunjukkan penjara toples kepada buk Ani dengan menundukkan kepala.
           
“Mengapa kamu membawa ini ke sekolah, Jon?” tanya buk Ani.

Jono yang takut dimarahi memilih diam. Melihat perangai Jono itu, John yang masih menyimpan rasa ingin tahu mengambil alih pertanyaan. Ia menjawab, “ka...mi mem...bawa itu ka...rena ingin ber...tanya pa...da ibu,” kata John terbatah-batah tanpa rasa takut akan kesalahan.

“Apa yang ingin kalian tanyakan, John?” tanya buk Ani melunak.

“Ka...mi ingin ta...hu, hewan apa...kah yang a...da di da...lam toples i...tu, buk?” tanya John penasaran.

Buk Ani heran dengan pertanyaan itu. “Itu katak,” jawab Buk Ani tegas penuh keyakinan.

Jono melirik John penuh kemenangan. Namun untuk menyempurnakan kemenangannya itu, ia bertanya lagi, “tapi buk, kata John, hewan itu bukan katak. John bilang, hewan itu adalah frog,” tanya Jono dengan ketakutan yang telah memudar.

Buk Ani pun menjelaskan, “hewan itu dikatakan katak oleh orang Indonesia, namun dikatakan frog oleh orang Inggris. Perbedaan tersebut hanya disebabkan oleh perbedaan bahasa saja,” jawab buk Ani disambut anggukan kepala siswa lain.

Mendengar jawaban itu, Jono jadi teringat kata-kata John : karena memiliki suara yang sama itulah maka ia dikatakan frog, bukan katak. Jono pun merasa bahwa pendapat John cukup masuk akal. Otaknya berputar dan berkata-kata pada dirinya : pendapat John itu masuk akal, Jono. Bisa jadi dulunya orang Inggris penasaran dengan suara “frokkk...frokkk” dari balik semak itu. Rasa penasaran mereka pun berubah jadi rasa ingin tahu. Mereka akhirnya mencari asal suara itu. Ketika berhasil, mereka mulai mengamatinya dan kemudian menciptakan kata yang cocok untuk temuan barunya itu. Karena temuan barunya itu bersuara “frokkk...frokkk” maka mereka pun akhirnya menamakannya frog, bukan katak. Mereka pun menyepakatinya, hingga akhirnya saat ini semua orang Inggris mengatakannya frog.

‘Sungguh masuk akal!’ Jono kegirangan dalam hati. Namun otaknya berputar dan berkata-kata lagi : tapi Jono, bagaimana dengan kata katak di Indonesia? Bagaimana dan darimana kata katak itu berasal? Apa mungkin dulunya frokkk...frokkk itu keliling dunia hingga akhirnya tiba di Indonesia? Apa mungkin setelah tiba di Indonesia, ia kepanasan dan akhirnya  mengubah suaranya menjadi “krokkk...krokkk”? ‘Apa ini masuk akal?’ jawab Jono bimbang di dalam hati.

“Bagaimana Jono, apakah kamu sudah paham?” tanya Buk Ani.

Jono yang sedari tadi berpikir, tersentak dengan pertanyaan itu dan merenung kembali : apa aku sudah paham? Kalau pun sudah paham, apa sebenarnya yang aku paham? Apa aku sudah paham kalau kata frog berasal dari suara ‘frokkk...frokkk’? Apa aku sudah paham bahwa kata katak adalah bahasa Indonesia, dan kata frog adalah bahasa Inggris? Apakah itu hanya sebuah kebenaran hasil dari kesepakatan belaka? Dan apakah salah jika aku tidak setuju dengan kesepakatan itu, dan ingin membuat kesepakatan sendiri antara aku dan frokkk...frokkkk. Lantas kami pun bersepakat dan aku menamainya : John. Jono pusing, namun merasa lucu dengan pikirannya yang terakhir : frokkk...frokkk adalah John.

“Bagaimana Jono? Kenapa kamu diam saja? Apakah kamu sudah paham?” tanya Buk Ani dengan suara meninggi.

Jono terkejut, dan tiba-tiba bersuara, “saya  belum paham, buk. Saya belum paham kenapa orang Indonesia mengatakannya katak, sedangkan orang Inggris mengatakannya frog. Otak saya bingung dan berbisik-bisik pada saya, katanya : Jono, darimanakah asal kata-kata itu? Saya tidak tahu jawabannya, buk! Apakah ibu tahu jawabannya? Biar saya bisa menjawab pertanyaan otak saya itu!” pertanyaan Jono mengalir deras bagai air terjun yang turun lepas tanpa beban.

Buk Ani menggaruk-garuk kepalanya. Seekor kutu lompat dan jatuh ke lantai. Ia memandang ke arah siswanya, dan yakin bahwa mereka tak melihat kutu itu lompat. Ia pun memandang ke arah kutu itu dan menginjak-injaknya sambil berujar dalam hati : dasar kutu sialan. Puas melampiaskan amarahnya pada kutu itu, buk Ani memandang ke arah Jono yang masih menanti jawabannya. Buk Ani menjawab, katanya, “Tuhan yang pertama kali mengajarkan kata-kata kepada manusia. Setelah manusia mengetahui kata-kata itu, Tuhan memberi kepintaran kepada manusia agar bisa menciptakan kata-kata menurut cara mereka sendiri. Kepintaran itulah yang menyebabkan ada banyak kata-kata sehingga kita sekarang mengenal ada banyak bahasa di dunia.” Buk Ani melirik kutu yang sudah terkapar itu dan merasa yakin kutu itu sudah mati.

Jono yang sering diajarkan ibunya untuk tidak menyebut nama Tuhan dengan sembarangan, tidak berani lagi membantah. Menurutnya jawaban itu juga cukup masuk akal. Ia pun menjelaskan jawaban buk Ani itu pada otaknya. Otaknya memilih diam, takut kualat.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar