Gambar : Internet
Oleh : Lentera Dipantara
Cinta pertama
adalah perasaan yang datang tanpa disadari.
Ia adalah sikap
rasional yang irrasional.
Semakin kita merasionalkannya,
semakin irrasional pula cinta pertama itu.
***
Adakah
batasan ruang dan waktu pada manusia untuk menyadari cinta pertama-nya? Jika
ada, tentu tiap manusia dapat menentukan, kapan saat pertama cinta pertama itu
terjadi! Namun jika tak ada, maka tiap manusia pun tak dapat menentukan, kapan
saat pertama cinta pertama itu terjadi!
*
Duduk Sini Aja
Pada
tahun ajaran baru di pagi hari itu, kelas Boni kedatangan murid baru. Ia
perempuan. Kulitnya putih seperti orang Cina, namun tidak bermata sipit. Rambutnya
hitam sebahu, dengan badan yang tidak begitu tinggi, namun memikat hati.
“Nama
saya Dede,” begitu ia memperkenalkan diri.
Bu
Ros yang berdiri di samping Dede memberitahukan, bahwa Dede adalah murid
pindahan dari kota Bandung. Boni dan teman sekelas lainnya tidak memahami
dimana letak kota Bandung, karena waktu itu murid kelas II SD belum belajar
IPS, pelajaran yang menghafal ibukota provinsi yang ada di Indonesia.
Bu
Ros mempersilahkan Dede untuk memilih tempat duduk. Ntah karena alasan apa,
Dede melangkahkan kakinya ke arah Boni yang duduk sendirian di bangku paling
belakang. Boni jadi kikuk dan salah tingkah. Ia berdiri dan mempersilahkan Dede
untuk duduk di sebelahnya.
“Duduk
sini aja,” kata Boni pada Dede.
Dede
tidak menjawab. Ia justru jalan berbalik arah kembali ke samping Bu Ros.
Sontak, teman-teman sekelas Boni tertawa, termasuk Bu Ros.
“Kamu
duduk dengan Neni saja,” kata Bu Ros. Dede pun duduk dengan Neni di bangku paling
depan, tempat yang ntah kenapa selalu dikuasai perempuan saat sekolah.
*
Kamu Cantik,
Harus Pinter Juga, Dong!
Meski
cantik, Boni merasa Dede bukan murid yang pintar. Waktu itu saat pelajaran Matematika,
Bu Ros memberi soal penjumlahan ratusan yang dikerjakan dengan jalan ke- bawah
di papan tulis. Dede diminta maju ke depan untuk mengerjakan soal tersebut. Ia
tidak bisa mengerjakannya.
“Is
... masa kek gitu aja gak bisa,” ucap Boni tak sengaja.
Dede
yang mendengar kata-kata Boni langsung menangis. Boni merasa bahwa selain
cantik namun tidak pintar, Dede juga cengeng. Boni memang belum mengerti kenapa
wanita gampang menangis. Ia masih kelas II SD.
Bu
Ros yang mengetahui bahwa Dede menangis, langsung mengelus-elus rambut Dede,
dan berkata, “Jangan nangis ya, sayang. Belajar yang rajin, nanti pasti bisa.”
Dede
tetap terisak-isak. Semakin lama semakin pelan, sambil berlalu ke tempat
duduknya.
“Kalau
begitu, Boni saja yang menyelesaikan soalnya,” tantang Bu Ros pada Boni.
Jika
di Korea Selatan ada wajib militer, maka di Indonesia ada wajib belajar. Biasanya
disediakan “rotan motivasi” dalam wajib belajar. “Rotan motivasi” itu tidak
difungsikan setiap saat. Ia hanya berfungsi pada anak-anak nakal dan bodoh. Mungkin
juga hanya pada anak jelek saja, karena Dede yang cantik tidak memerlukan “rotan
motivasi” itu.
Sepertinya
“rotan motivasi” itu akan difungsikan pada Boni. Ia jelek, dan suka mengejek. Apalagi
korban ejekannya sampai menangis. Jika ia tidak bisa menjawab soal matematika
itu, sekiranya pantas untuk menyentuhkan “rotan motivasi” itu dengan tenaga
pada kulit Boni, murid kelas II SD itu.
Ternyata,
“rotan motivasi” itu tidak jadi difungsikan karena Boni berhasil menjawab soal Matematika
itu dengan cepat dan tepat. Namun apakah “rotan motivasi” itu tetap layak untuk
dipertahankan? Ntahlah...
Saat
melangkahkan kaki kembali ke bangkunya, Boni menatap Dede. Tatapannya dalam hendak
menyampaikan sesuatu : “Maafkan kata-kataku ya, De. Kamu cantik, harus pinter
juga, dong!”
*
Kado Wajik
Bandung
Senin
pagi itu, kelas Boni heboh. Penyebabnya adalah selembar kertas berlipat yang berlatarkan
gambar animasi kartun Son Goku. Saat itu, serial animasi kartun Son Goku yang
ditayangkan di stasiun televisi Indosiar setiap Minggu pagi adalah serial
animasi kartun tervaforit bagi murid laki-laki. Maka, hari Senin pagi adalah
jadwal diskusi tentang Son Goku. Biasanya saat diskusi, Boni dan teman-teman
laki-laki lainnya mempraktekkan jurus “hame-hame” Son Goku.
Namun
kali ini, Boni dan teman-temannya itu tidak mempraktekkan “hame-hame” dengan
gaya masing-masing karena selembar kertas tersebut : Undangan Perayaan Ulang
Tahun Dede yang ke-7.
“Wah,
ulang tahun itu apa?” tanya Agus, yang jika ditanya tanggal lahirnya oleh Bu
Roso saja tak pernah ingat.
“Ulang
tahun itu tiup lilin,” jawab Sunar.
“Baca,
lah, woi! Aku baru kali ini dapat undangan ulang tahun,” mohon Agus yang belum
fasih membaca.
“Boni
aja yang baca,” sahut Sunar. Boni pun membaca undangan ulang tahun yang pertama
sekali mereka alami sepanjang hidup mereka.
Boni
dan teman-temannya menghadiri pesta ulang tahun pertama yang mereka alami.
Mereka bersepakat menjadikan rumah Boni sebagai tikum (titik kumpul) sebelum
berangkat berjalan kaki ke rumah Dede.
“Kalian
bawa kado apa?” tanya Sunar dalam perjalanan.
“Loh,
ke pesta ulang tahun bawa kado, ya?” jawab Agus.
“Jadi,
kau gak bawa kado? Aku aja bawa kado satu bungkus indomi. Mamakku yang bungkus
tadi pake kertas kado,” Sunar bercerita.
“Enggak.
Kata mamakku, datang aja gak usah bawa kado,” jawab Agus polos.
“Mamakmu
gak punya duit itu,” Boni mengejek.
“Emang,
kau bawa kado apa?” tanya Agus.
Boni
pun menunjukkan kadonya. Kado Boni adalah sebuah buku tulis yang dibuat
berbentuk tabung, yang kemudian dibungkus dengan kertas kado, dimana tiap ujungnya
ada rumbai-rumbainya diujung kertas kado yang digunting kecil-kecil sehingga
mirip seperti kue Wajik Bandung.
“Wah,
kadomu keren, ya? Gak kayak kadoku!” Sunar menunjukkan kadonya yang dibungkus
biasa saja dengan kertas kado. Mereka pun asyik bercerita tentang kado sambil
tertawa.
Sebelum
meniup lilin pada acara puncak perayaan ulang tahun Dede, diadakan permainan
oper-operan bungkus korek api yang diiringi dengan lagu Selamat Ulang Tahun.
Setiap tamu harus membongkar bungkus korek api untuk kemudian memasangnya
kembali sebelum lagu dihentikan. Siapa yang memegang bungkus korek api ketika
lagu sudah dihentikan, maka dia harus mengucapkan selamat ulang tahun kepada
Dede dan memberikan kado yang dibawanya.
Saat
itu, ntah sengaja, atau tidak disengaja. Ingin, atau tidak ingin. Boni menjadi
orang terakhir yang memegang bungkus korek api setelah lagu dihentikan. Setiap
orang yang hadir pun menyorakkan namanya, “Boni ... Boni ... Boni.”
“Ayo,
Boni, ucapkan selamat ulang tahun sama Dede, ya,” ucap kakak pembawa acara. “Terus
kasih kadonya ke Dede,” sambungnya.
Boni
yang tidak pernah mengikuti perayaan ulang tahun bingung dan malu. Apalagi
sorak-sorai teman-temannya tiada henti menggema. Ia berdiri, lalu melirik ke
arah Dede sambil memegang kado Wajik Bandung itu, tanpa mengucapkan apa-apa.
Kakak
pembawa acara pun menyemangati Boni agar berani mengucap selamat ulang tahun kepada
Dede.
“Selamat
ulang tahun, ya, De,” ucap Boni disambut sorak-sorai.
“Kasih
lah kadonya sama Dede,” sahut kakak pembawa acara.
Boni
pun melangkah ke arah Dede dan memberi kadonya yang mirip Wajik Bandung itu.
Mereka pun foto bersama dengan kamera berwarna hitam yang masih menggunakan rol
filem. Kamera dengan rol filem itu menyimpan foto yang kini tak diketahui
keberadaanya. Masih tersimpan atau lenyap ditelan masa.
Acara
ulang tahun pun dilanjutkan. Dede meniup lilin ulang tahunnya penuh bahagia
dengan diiringi lagu Tiup Lilinnya yang dinyanyikan oleh setiap orang yang
hadir pada perayaan ulang tahun itu sambil bertepuk tangan.
Hari Terakhir
Esok
harinya, kelas Boni kembali heboh. Kali ini bukan disebabkan oleh selembar
kertas undangan ulang tahun berlatar gambar animasi kartun Son Goku, melainkan
selembar informasi tentang keberadaan Dede yang disampaikan oleh Bu Ros, bahwa :
Dede pindah sekolah.
Boni
tidak pernah tahu alasan apa dan mengapa Dede pindah sekolah. Yang ia tahu
bahwa pindah sekolah berarti tak berjumpa lagi selamanya. Seperti kota Bandung
yang ia tidak ketahui letak keberadaanya, begitu pula dengan Dede yang kini tak
ia ketahui letak keberadaannya.
Boni
Sedih. Ia merasa pertemuannya dengan Dede begitu singkat. Walau ia tidak tahu
arti singkat. Yang ia tahu bahwa ia masih duduk sendirian di bangku paling
belakang, dan merasa sempat jadi sok jagoan untuk berdiri dan mempersilahkan
Dede untuk duduk bersamanya.
Boni
berharap, kado buku tulis yang dibungkus kertas kado sehingga mirip Wajik
Bandung, yang ia berikan saat ulang tahun Dede itu, dapat Dede gunakan untuk
belajar mengerjakan soal Matematika penjumlahan ratusan dengan jalan ke bawah.
Agar kelak, jika ada temannya yang tidak bisa mengerjakannya, ntah itu cantik
atau jelek, pintar atau bodoh, ia tidak latah sehingga mengejek, dan
ditumbalkan untuk mengerjakan soal tersebut dengan ancaman “rotan motivasi”
dengan sentuhan tenaga.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar